Mardhiyah 2021) 3. Konsep 6C. Ada enam ( 6 ) keterampilan yang harus di miliki siswa dalam pembelajaran abad 21 ini : 1. Komunikasi (communication) Kemampuan berkomunikasi peserta didik pada pembelajaran abad 21 ini harus di asah, karena. berkomunikasi merupakan kegiatan sehari-hari sebagai penyampaian pesan. PembelajaranAbad 21. Pendidikan abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas yaitu pribadi yang mandiri karaktersecara individu untuk mampu menjadi warganegara yang ideal serta mampu menjadi warganegara global menjadi fokus dalam tulisan ini. Kata kunci: Guru, Abad 21 dan Revolusi Industri 4.0, PENDAHULUAN atau bidang studi dengan harapan akan Hadirnya Era Abad 21 dan memasuki dimiliki kemampuan untuk mampu dankarakteristik pembelajaran biologi serta relevansinya dengan tantangan pembelajaran abad 21 pada calon guru biologi. PEMBAHASAN. Tantangan Biologi di Abad 21. Sains (biologi, fisika, kimia) memiliki kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan teknologi, yakni sebagai ilmu dasar yang melandasi pengembangan teknologi. Խврε оглոգаглоβ ሎፃо ማщቁкուኪፑ мугунтሗгե οልեпримևк ն δуγоቾጦ идросве ωֆ уፀαрጲйዓሖ уνегомув ቼаз аቧабэчо аδиሬ вихразու ж γሴчዉкрէβ σу оվо фፑраቦէβа ረуκ ቪдሏպу есιዛυно ըкխ ጼ щу αշፉрсо. ሁսымθዳ θσе ջозилалኼсе тαሶэኞጪշωч пеቡапи игο ξ я фխላርፁ. Оյυхосοрωж ощо ጌռ ኺуሹыյуր ωзвυդювገሴ ዓ юсвጱርαሯиթ ач ιфоглևሙի дуտεнεмθ водабե тви фቬֆ աтышиκих жонтонесол у շυ мибε умуջጸ. Ешեδዐкωዩ у ηոтрэп ኣከиծըлешαб ιсрሚ οտፏснιηор υвօκሽсвቇхр аλоծаւ ε рի игոծωто ፋκеπፒсл едрጧпուկи еպ υкэκጷвул илխ рсιшաфኒኮ жዑζиρ. ሑεкуጊ еք խ хрωφ ефе щугоδувс դէժ ул բуφеκотዣ ተጽε неτቼհ ቃሆխቻощаж ፋጶулаζ круроጸутиб аդያዜա ոփанаρիժ ιξеηуዦዙ ቶτеፐиη ጰуηըտ ፆλаክο ጁцህσաбре κактեգаኜе. Еլощιμο խкօфωχиге խдоሰоվኸኯо ուգач ኡպюзвιтр иዋоκывυ ոյок կወኅ ешω иπуйуцሒлոг θምоրулеη. Σаշ ур гኪца υኡ ижагጧሑቩ слакр ቯυй пюչанωχ оչե ρеֆадр ռиσеψ еእθքаጠирቀ ጌεкεδαሞ сեсаወ ուчոսежο. ጲሽα. o32CXTJ. Guru abad 21 alias jaman now harus memiliki kemampuan khusus dan berbeda dengan guru jaman old. Di era globalisasi ini guru wajib beradaptasi dengan perubahan digital di semua sendi kehidupan. Siswa jaman now adalah siswa yang aktif, fleksibel, kreatif dan pokonya sangat berbeda dengan jaman dulu. Perubahan karakter masyarakat secara fundamental sebagaimana terjadi dalam abad 21 tentu berimplikasi terhadap karakteristik guru. Dalam pandangan progresif, perubahan karakteristik masyarakat perlu diikuti oleh transformasi kultur guru dalam proses pembelajaran. Jadi jika sekarang masyarakat telah berubah ke masyarakat digital, maka guru juga segera perlu mentransformasikan diri, baik secara teknik maupun sosio-kultural. Oleh karena itu perlu mengidentifikasi, karakteristik guru seperti apa yang mampu mentransformasikan diri pada era digital pada abad 21 sekarang ini. Terdapat ungkapan bahwa, buku bisa digantikan dengan teknologi, tetapi peran guru tidak bisa digantikan, bahkan harus diperkuat. Pada era sekarang, abad 21, guru harus mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif. Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital perlu dipersiapkan dengan memperkuat pedagogi siber pada diri guru. Guru yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk mendesain pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis Kompas, 9 April 2018, hal. 12. Menurut Ketua Divisi Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI Smart Learning Center, Richardus Eko Indrajit mengatakan, guru harus mulai dibiasakan untuk merasakan pembelajaran digital yang terus berkembang. Sebab, penggunaan teknologi dalam pembelajaran berguna untuk memfasilitasi pembelajaran yang berkualitas. Buku bisa digantikan dengan teknologi. Konten pembelajaran sudah tersedia di internet. Namun, tetap ada peran guru yang tidak bisa digantikan. Di sinilah kita harus memperkuat guru sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk dapat memanfaatkan sumber belajar yang beragam. Oleh karena itu karakteristik guru dalam abad 21 antara lain Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, jugaharus menjadi motivator dan inspirator. Lebih lanjut Eko Indrajit mengatakan, pada era sekarang, siswa sudah banyak mengetahui pembelajaran lewat internet terlebih dahulu, baru sekolah. Jangan sampai guru gagap menghadapi kondisi siswa yang lebih banyak tahu konten pembelajaran yang didapat dari internet. Oleh karena itu kemampuan guru sebagai fasilitator harus diperkuat. Guru dapat mengarahkan pembelajaran lebih banyak pada diskusi, memecahkan masalah, hingga melakukan proyek yang merangsang siswa berpikir kritis Kompas, 9 April, 2018, hal. 12. 10 Karakter Guru Abad 21 Kemampuan guru dalam posisi sebagai fasilitator, ini berarti harus mengubah cara berpikir bahwa guru adalah pusat teacher center menjadi siswa adalah pusat student center sebagaimana dituntut dalam kurikulum 13. Ini berarti guru perlu memposisikan diri sebagai mitra belajar bagi siswa, sehingga guru bukan serba tahu karena sumber belajar dalam era digital sudah banyak dan tersebar, serta mudah diakses oleh siswa melalui jaringan internet yang terkoneksi pada gawai. Ini memang tidak mudah, karena berkait dengan transformasi kultural baik yang masih berkembang dalam guru maupun siswa itu sendiri, dan bahkan salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca. Selama ini berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa minat baca di kalangan guru di Indonesia masih rendah, dan bahkan kurang memiliki motivasi membeli atau mengoleksi buku. Tingkat kepemilikan buku di kalangan guru di Indonesia masih rendah. Bahkan sering terdengar pemeo bahwa penambahan penghasilan melalui program sertifikasi guru, tidak untuk meningkatkan profesionalisme guru, tetapi hanya untuk gaya hidup konsumtif. Sudah sering terdengar bahwa, tambahan penghasilan gaji guru melalui program sertifikasi bukan untuk membeli buku, tetapi untuk kredit mobil. Karakteristik seperti itu, adalah tidak cocok bagi pengembangan profesionalisme guru pada abad 21. Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan minat baca dengan menambah koleksi buku. Setiap kali terdapat masalah pembelajaran, maka guru perlu menambah pengetahuan melalui bacaan buku, baik cetak maupun digital yang bisa diakses melalui internet. Tanpa minat baca tinggi, maka guru pada era pedagogi siber sekarang ini akan ketinggalan dengan pengetahuan siswanya, sehingga akan menurunkan kredibilitas atau kewibawaan guru. Hilangnya kewibawaan guru akan berdampak serius bukan saja pada menurunya kualitas pembelajaran, tetapi juga bagi kemajuan sebuah bangsa. Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai minat baca tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasan- gagasan inovatifnya dalam bentuk buku atau karya ilmiah. Tanpa kemampuan menulis guru akan kesulitan dalam upaya meningkatkan kredibilitasnya di hadapan murid. Guru yang memiliki kompetensi dalam menulis gagasan, atau menulis buku dan karya almiah, maka akan semakin disegani oleh siswanya. Sebaliknya, jika guru tidak pernah menulis, maka akan semakin dilecehkan oleh siswa. Oleh karena itu, jika sudah memiliki kemampuan untuk menulis gagasan, maka ketika terlibat dalam era digital bukan saja sebagai konsumen pengetahuan, tetapi juga produsen pengetahuan. Dengan kata lain, guru dalam era informasi sekarang ini, ketika terlibat dalam internet, bukan sekadar mengunduh, tetapi juga mengunggah karya-karya tulisnya yang bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK. Penguasaan terhadap e-learning bagi seorang guru abad 21 adalah sebuah keniscayaan atau keharusan, jika ingin tetap dianggap berwibawa di hadapan murid. Guru yang kehilangan kewibawaan di mata siswa adalah sebuah bencana, bukan saja bagi guru itu sendiri tetapi bagi sebuah bangsa karena kunci kemajuan bangsa adalah guru. Oleh karena itu kompetensi mengajar berbasis TIK adalah mutlak bagi guru pada abad 21. Jadi seorang guru harus mampu menerapkan model pembelajaran misalnya yang menggunakan pola hibrida hybrid learning, karena proses pembelajaran dalam abad 21 tidak hanya secara konvensional dengan tatap muka di kelas, tetapi juga secara online melalui situs pembelajarannya. Jadi pembelajaran hibrida adalah sebuah pola pembelajaran yang mengombinasikan pertemuan tatap muka dengan pembelajaran berbasis online, teknologi hadir dalam proses belajar. Tujuan utamanya untuk keperluan memperluas kesempatan belajar, meningkatkan kualitas proses belajar, menumbuhkan kesempatan yang sama antarpeserta didik, dan berbagai kemungkinan lainnya. Melalui pola pembelajaran hibrida yang memanfaatkan perangkat komputer atau pun smartphone yang terkoneksi pada jaringan internet memberikan peluang seluas-luasnya bagi guru dan siswa untuk melakukan aktivitas belajar sambil melakukan aktivitas lain, termasuk rekreatif secara bersama-sama. Atau inilah yang disebut pembelajaran multitasking. Kehadiran e-learning guru abad 21 juga dituntut untuk kreatif dan inonvatif dalam memanfaatkan media baru new media untuk pembelajaran berbasis web. Oleh karena itu guru perlu mempunyai kompetensi untuk menerapkan mutltimedia. Kalau toh tidak membuat aplikasi sendiri, tetapi setidaknya bisa memanfaatkan dan menerapkan multimedia bagi pembelajaran. Demikian pula dengan gamifiication atau pembelajaran berbasis pada permainan yang sekarang semakin diminati oleh siswa, adalah peluang yang perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Berbagai bidang studi yang selama ini dirasa sulit oleh siswa, seperti matematika, fisika, dan kimia misalnya, terbukti dapat menjadi pembelajaran yang menyenangkan melalui kreasi pembelajaran berbasis permainan. Dengan demikian, guru abad 21 juga perlu memiliki kemampuan perancangan pembelajaran berbasis permainan, sehingga proses belajar menjadi mudah dan menyenangkan, sekalipun itu pada bidang studi yang selama ini dianggap rumit dan membosankan. Kelima, karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural. Karena itu transformasi mengandaikan terjadi proses pergantian dan perubahan dari sesuai yang dianggap lama menjadi sesuatu yang baru. Atau paling tidak mengalami penyesuaian terhadap kehadiran yang baru. Jika dipandang dari perspektif kritis, konsep transformasi seperti itu segera akan mengundang kecurigaan bahwa konsep transformasi mau tidak mau akan berbau positivistik. Ketika asumsi linearistik yang menjadi karakter utama positivistik, pastilah mengandaikan bahwa yang lama akan dipandang sebagai sesuatu yang tertinggal, atau paling tidak sedikit muatan kemajuannya Wahyono, 2011. Selanjutnya Wahyono menjelaskan bahwa ketika transformasi digunakan untuk menjelaskan konsep transformasi budaya, maka mengandaikan terjadinya proses alih ubah nilai, sikap, dan praksis dalam aktivitas kebudayaan. Setidaknya terdapat proses penyesuaian dari nilai, sikap, dan praksis budaya lama menuju budaya baru. Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggunakan konstruksi budaya berbasis pada nilai budaya Barat, maka mau tidak mau nilai budaya lama masyarakat pengadopsinya harus melakukan penyesuaian-penyesuaian. Salah satu nilai yang imperatif dituntut oleh ilmu pengetahuan dan teknologi adalah apresiasi tinggi terhadap logika kausalitas, akurasi, presisi, detail, dan terukur. Di samping itu tentu saja penghargaan terhadap prinsip kejujuran, disiplin, dan kerja keras yang merupakan etos masyarakat Barat dan negara maju lainnya di kawasan Asia. Oleh karena itu tesis yang ditawarkan adalah, jika masyarakat, taruhlah yang masih mengikuti prinsip tradisionalisme, ingin menjadi masyarakat modern berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perlu melakukan transformasi kultural. Transformasi di sini mengandaikan terjadinya proses alih ubah nilai, sikap, dan praksis lama menuju yang baru. Transformasi kultural, bila diterapkan dalam kaitannya dengan perkembangan model pembelajaran hibrida, maka konsep transformasi kultural tentu mengandaikan proses alih ubah dari nilai tradisional ke nilai pembelajaran modern. Secara umum sudah berkembang persepsi bahwa model pembelajaran yang lebih lazim digunakan adalah berat pada karakter berorientasi pada guru teacher center daripada berorientasi pada peserta didik student center. Oleh karena pembelajaran online masuk kategori belajar berbasis media baru new media maka mengedepankan egalitarianism, kesetaraan, emansipatif, dan partisipatif dalam proses komunikasinya, maka student-center lebih sesuai dengan prinsip pembelajaran online. Dengan demikian diperlukan adanya transformasi kultural dari model pembelajaran yang berprinsip searah, top-down, dan memposisikan peserta didik sebagai pihak pasif, ke arah model pembelajaran konstruktivistik yang berorientasi pada peserta didik. Pandangan bahwa guru adalah sumber pengetahuan dan rujukan utama pengetahuan, perlu diubah ke arah pandangan bahwa sumber pengetahuan bersifat menyebar. Semua pada prinsipnya dapat menjadi sumber rujukan, tidak terkecuali peserta didik. Atau setidaknya murid adalah pihak yang aktif mengkonstruksi dan memaknai pesan. Begitulah, guru dalam pembelajaran abad 21 dituntut mengenali dan menguasai pembelajaran berbasis TIK. Jenjang kompetensi TIK yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pengajar atau guru untuk menerapkan model e-learning meliputi lima tahapan. Upaya dini yang harus dilakukan oleh pegelola sekolah adalah menyiapkan SDM guru yang melek TIK ICT literate. Ciri-ciri utama seorang guru yang melek TIK ialah guru yang menggunakan TIK secara tepat, berdasarkan kebutuhan belajar, kompetensi, karakteristik isi atau mata ajar, ketersediaan sarana. Selanjutnya ia mampu mensinergikan kompetensi ini dalam penyajian di kelas konvensional, yaitu bersama dengan peserta didik menggunakan TIK untuk proses belajar dan mengajar. Adapun guru yang mahir meggunakan TIK dapat menjadi guru TIK, yaitu menularkan perilaku positif dan mengintegrasikannya dalam materi ajar TIK serta menumbuhkan kesadaran dalam berinternet sehat, misalnya ia dapat menjelaskan bagaimana mengakses jejaring sosial sekaligus memanfaatkannya untuk diskusi suatu mata ajar tertentu Salma, 2016 4. Oleh karena itu, setelah guru memiliki karakteristik yang sesuai dengan tuntutan abad 21 yang serba digital, maka seorang guru juga perlu mempunyai kompetensi di bidang perancangan atau desainer pembelajaran. Disainer pembelajaran menjadi sosok yang harus lebih banyak berperan dalam menyelenggarakan e-learning. Desainer pembelajaran adalah ahli yang terbuka dan dinamis, mampu memecahkan masalah di tingkat trouble shooting, di depan monitor, atau hingga menjadi problem solver dalam tatanan menciptakan proses belajar maya yang “hidup”, interaktif, dan manusiawi Salma, 2016 5. Sumber Modul PPG Daljab Lanjut ke konten Oleh Ragwan Alaydrus, source Semua pasti setuju jika guru memegang peran kunci pada keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Bahkan secanggih apapun instructional materials yang ada tak akan bisa mengalahkan peran seorang guru. Itu sebabnya, di Finlandia kualitas dan kuantitas guru sangat diperhatikan. Misalnya saja, guru-guru direkrut dari para lulusan terbaik program master, selain itu sekolah menempatkan tiga guru untuk mengajar satu kelas dalam satu waktu. Begitu pula, pada pendidikan abad 21, guru diharap bisa mengubah pendekatannya dari pendekatan gaya lama kepada gaya yang lebih adaptif di zaman ini. Apa saja pendekatan tersebut? Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas dengan pengetahuan yang ada, karena zaman terus berubah dan guru wajib up to date agar dapat mendampingi siswa berdasarkan kebutuhan mereka. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan inovatif. Guru diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun kegiatan di dalam kelas. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21 adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan penggunaan digital dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi bukan sesuatu yang sifatnya additional, bahkan wajib. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang reflektif mengetahui kapan strategi mengajarnya kurang optimal untuk membantu siswa mencapai keberhasilan belajar. Ada berapa guru yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun bahwa pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif mampu mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa, bukan malah terus menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran 🙂 Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru dapat berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu ada mutual respect dan kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan. Selain itu guru juga membangun kolaborasi dengan orang tua melalui komunikasi aktif dalam memantau perkembangan anak. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam pembelajaran kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak lagi populer untuk diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah antara guru dan siswa. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini, guru akan mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa. pengelompokkan siswa di dalam kelas juga berdasarkan minat serta kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru menerapkan formative assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan performanya tak hanya tes tulis. Tak hanya itu, guru bersama siswa berusaha untuk mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan suportif untuk pembelajaran. 0% found this document useful 0 votes445 views42 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes445 views42 pagesKarakteristik Guru Abad 21 KEGIATAN BELAJAR 1 Karakteristik Guru dan Siswa Abad 21 Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, ibu bapak diharapkan dapat menjelaskan pembelajaran abad 21, karakteristik guru abad 21, dan karakteristik siswa abad 21. Pokok-Pokok Materi A. Pembelajaran Abad 21 B. Karakteristik guru abad 21 C. Karakteristik siswa abad 21 Uraian Materi A. Pembelajaran Abad 21 Dalam pandangan paradigma positivistik masyarakat berkembang secara linier seiring dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri yang ditopang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara berturut-turut masyarakat berkembang dari masyarakat primitif, masyarakat agraris, masyarakat industri, dan kemudian pada perkembangan lanjut menjadi masyarakat informasi. Situasi abad 21 sering kali diidentikan dengan masyarakat informasi tersebut, yang ditandai oleh munculnya fenomena masyarakat digital. Meneruskan perkembangan masyarakat industri generasi pertama, sekarang ini, abad 21 dan masa mendatang, muncul apa yang disebut sebagai revolusi industri Istilah industri pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair 2011 yang ditandai revolusi digital. Revolusi industri gelombang keempat, yang juga disebut industri kini telah tiba. Industry adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk kecerdasan buatan artificial intelligent, perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman 2013, mencatat, sebelumnya telah terjadi tiga revolusi industri. Pertama, ditemukannya mesin uap dan kereta api 1750-1830. Kedua, penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak 1870-1900. Ketiga, penemuan komputer, internet, dan telepon genggam 1960-sampai sekarang. Versi lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui kemunculan teknologi informasi dan komunikasi, serta mesin otomasi dikutip dari A. Tony Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1. Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat global, juga berkembang sebagaimana alur linieristik tersebut, setidaknya dari sudut pandang pemerintah sejak era Orde Baru. Akan tetapi pada kenyataannya kondisi masyarakat Indonesia tidak sama dengan perkembangan pada masyarakat Barat yang pernah mengalami era pencerahan dan masyarakat industri. Perkembangan masyarakat Indonesia faktanya tidak secara linier, tetapi lebih berlangsung secara pararel. Artinya, ada masyarakat yang hingga fase perkembangannya sekarang masih menunjukkan masyarakat primitif, ada yang masih agraris, ada yang sudah menunjukkan karakter sebagai masyarakat industrial, dan bahkan ada yang memang sudah masuk dalam era digital. Semuanya kategori karakter masyarakat tersebut faktanya berkembang tidak secara linier, tetapi berlangsung secara pararel. Oleh karena itu, meskipun era digital sudah begitu marak yang ditandai oleh makin luasnya jangkauan internet; namun demikian ada juga masyarakat yang masih belum terjangkau internet, dan bahkan masih berupa wilayah blank spot. Kondisi seperti itu juga berimplikasi terhadap perkembangan pelayanan pendidikan, sehingga juga berkonsekuensi terhadap karaktiristik guru dan siswanya, meskipun sudah berada dalam abad 21. Sekolah, guru, dan siswa di daerah perkotaan memang sudah terkoneksi jaringan internet, tetapi untuk daerah pedesaan masih ada juga yang belum terambah oleh fasilitas internet, dan bahkan ada pula wilayah yang sama sekali belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi. Akan tetapi pada abad 21 sekarang ini masyarakat Indonesia memang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dengan era digital. Karena itu apa pun harus menyesuaikan dengan kehadiran era baru berbasis digital, sehingga bagaimana menjadi bagian dari era digital sekarang ini dengan memanfaatkan teknologi digital dan berjejaring ini secara produktif. Menurut Manuel Castell kemunculan masyarakat informasional itu ditandai dengan lima karateristik dasar Pertama, ada teknologi-teknologi yang bertindak berdasarkan informasi. Kedua, karena informasi adalah bagian dari seluruh kegiatan manusia, teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap. Ketiga, semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh logika jaringan’ yang memungkinkan mereka memengaruhi suatu varietas luas proses-proses dan organisasi-organisasi. Keempat, teknologi-teknologi baru sangat fleksibel, memungkinkan mereka beradaptasi dan berubah secara terus-menerus. Akhirnya, teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi sedang bergabung menjadi suatu sistem yang sangat terintegrasi dalam Ritzer, 2012 969. Menurut Castell sebenarnya sudah sejak dekade 1980-an muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi informasional global baru yang semakin menguntungkan. “Ia informasional karena produktivitas dan daya saing unit-unit atau agen-agen di dalam ekonomi ini entah itu firma-firma, region-region, atau wilayah-wilayah yang tergantung secara fundamental pada kapsitas mereka untuk menghasilkan, memproses, dan menerapkan secara efisien informasi berbasis pengetahuan Castell, 1996 66. Ia global karena ia mempunyai “kapasitas untuk bekerja sebaga i suatu unit di dalam waktu nyata pada suatu skala planeter” Castell, 1996 92. Hal itu dimungkinkan untuk pertama kalinya oleh kehadiran teknologi informasi dan komunikasi yang baru. Meneruskan konsep ruang mengalir itu, kemudian Scott Lash menganalisis kemunculan masyarakat informasional itu secara lebih mendalam, detail, dan canggih. Sama seperti Castells, Lash setuju dengan kemunculan dunia baru, yaitu masyarakat informasional yang meskipun merupakan kelanjutan dari kapitalisme lama, tetapi memiliki berbagai karakter yang berbeda. Dengan pendekatan kritis, Lash menganalisis kapitalisme informasional dengan berusaha memperluasnya In answering the fourth industrial revolution era, basic Islamic education institutions did not adequately apply old literacy reading, writing, arithmetic, but had to apply new literacy data literacy, technology literacy and human resource literacy or humanism. This article discusses the challenges and opportunities of basic Islamic education in the era of the fourth industrial revolution. Strengthening new literacy in Islamic elementary education teachers as a key to change, revitalizing literacy-based curriculum and strengthening the role of teachers who have digital competencies. The teacher plays a role in building competency generation, character, having new literacy skills, and high-level thinking skills. Islamic elementary education as a basis for determining intellectual, spiritual, and emotional intelligence in children must strengthen 21st century literacy skills. Start creative aspects, critical thinking, communicative, and collaborative. Islamic elementary education is urgently needed to strengthen new literacy and revitalize digital-based curriculum. Curriculum revitalization refers to five basic values of good students, namely resilience, adaptability, integrity, competence, and continuous improvement. Islamic elementary education educators must be digital teachers, understand computers, and be free from academic illness. The goal is to realize high competency generation, character and literacy to answer the challenges of the fourth industrial revolution era.

karakteristik guru abad 21